Sabtu, 27 Oktober 2012

Menyenangkan Sang Penelepon


 


Prasetyo XII SCIENCE II
S
ahabatku mengaku, “sebenarnya aku ini menggunakan NSP supaya teman teman yang meneleponku merasa senang.”
                Mendengar ungkapan tersebut, aku hanya tersenyum. Harus kuakui, pernah aku bertindak konyol karena NSP. Ku katakan pada sahabatku agar dia tidak mengangkat teleponnya karena aku hanya ingin mendengarkan “bukan permainan”-nya Gita Gutawa. Aku sadar, jika ingin mendengarkan lagu favorit bisa melalui radio atau televisi, tetapi ketika mendengarkan NSP ada pengalaman berbeda.
                Setelah lama kupikirkan, ternya aku tidak bisa lepas dari HP, itulh jawabannya. Jika ku analisis lebih mendalam, aku seperti orang gila, senyum senyum sendiri atau tertawa lepas hanya karena HP. Apakah kalian juga pernah punya pengalaman serupa denganku ?
                Menggelikan memang ketika dipikirkan. Dengan menjadi pengguna jasa NSP, sesungguhnya kita sudah menyediakan diri sebagai konsumen pasif yang tidak cerdas. Menyaerahkan Rp. 9.000,00 atau Rp. 10.000,00 sebulan sekali untuk sesuatu yang tidak begitu penting. Ah, jika dengan nominal tersebut kita bisa melakukan hal yang lebih bermanfaat, mengapa harus terbuang sia sia ?
                Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, saya bukan bermaksud menggurui, tetapi mengajak para pembaca Kreasi berefleksi. Kita sama sama mengetahui, orang tua kita mengajarkan agar kta tidak menggangu dan merugikan orang lain. Kaitannya dengan NSP, justru kita akan menyenangkan orang lain, tetapi pendekatan masalah NSP bukan hanya berhenti sampai di sini. Dengan menggunakan NSP kita bertindak mubazir. Cobalah berefleksi, NSP termasuk kebutuhan utama atau gengsi belaka ?

berbisik bisik


Berbisik bisik
B
erbisik bisik mungkin menjadi salah stu bentuk komunikasi yang asyik. Diakui atau tidak, berbisik-bisik pun telah menjadi hobi kebanyakan orang. Disekolah misalnya, banyak siswa yang memanfaatkan waktu istirahat untuk berbisik-bisik tentang banyak hal. Mulai dari rencana menyontek, rencana jajan bareng di kantin, cara mengajar guru, penampilan teman, hp baru, film baru, sampai hal-hal yang tidak perlu. Bahkan kebiasaan berbisik-bisik pun dibawa ke dalam ruang kelas. Baik itu saat belum ada guru maupun saat pelajaran berlangsung. “Ssst, omor satu jawabannya apa ?” begitu bisikan klasik saat ada ulangan. “Wah, gurunya payah, cara mengajarnya bikin ngantuk,” bisik teman yang berbakat malas.
                Berbisik-bisik boleh saja. Tapi ingat, sebagian bisik-bisik bisa mengundang dosa. Misalnya ada yang berbisik-bisik semacaam ini: “Sst, jangan lupa habis istirahat kedua, kita membolos.” Atau: “pulang sekolah, kita sikat anak kelas sebelah.” Juga: “Wah, seksi benar gadis itu. Alangkah indahnya jika aku.....” Begitu seterusnya. Berbisik-bisik tentang kemaksiatan akan mengundang laknat. Melakukan pembicaraan tak berguna adalah sia-sia. Ghibah bikin susah, menggunjing sungguh tidak penting.
                Allah Subhanahu wata’ala sudah mengingatkan, “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia....” (QS. An-Nisaa: 114). Jika memang harus berbisik-bisik, mari kita bisikkan tentang ajakan berbuat baik, bersedekah, bedamai, dan sebangsanya. Mari kta tinggalkan bisik-bisik yang tanpa makna. Menurut Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, di antara tanda keislaman seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya, “Ssst, jangan lupa, mari saling menasehati....”